Mudharatnya Rokok Dari Sisi Pergaulan Sosial

on Senin, 23 Januari 2012

Dalam harian Republika 1 Desember 2002 Dokter Elisna Syahruddin Phd SpP dari Bagian Pulmonologi Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang berpraktek di Rumah Sakit Persabatan Jakarta mengatakan : “Rokok, bukan hanya zat kimianya saja yang akan memberikan dampak negatif bagi penghisapnya, namun asapnya pun memiliki andil untuk merusak saluran pernapasan. Tak jarang para perokok pada masa tuanya akan menderita sesak napas atau kerap disebut dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Paru mereka akan banyak berlubang dan banyak dipenuhi lendir hingga menimbulkan batuk berdahak. Banyak juga mereka yang telah menginjak stadium berat, harus membawa tabung oksigen ke mana pun mereka pergi.

Dampak buruk rokok, terangnya, tak hanya menghinggapi perokok aktif. Mereka yang tergolong sebagai perokok pasif, yaitu orang-orang yang berada di sekitar perokok, juga akan terpapar asap yang dihembuskan perokok aktif. Paparan asap ini pun memungkinkan perokok pasif, menderita penyakit yang sama dengan perokok aktif. Bahkan kemungkinannya tiga kali lebih besar. Istri dan anak-anak para perokok aktif, akan menjadi korban yang tak berdosa dari hembusan asap suami atau bapaknya sendiri.” kata Elisna.

Dalam sebuah seminar kesehatan tentang “Hidup sehat dengan Tidak Merokok Adalah Investasi”, di Hotel Cendana Surabaya, Dr dr Kabat SpP (K) dari Fakultas Kedokteran Unair Surabaya mengingatkan agar mewaspadai merokok dalam ruangan. Karena asap rokok di ruangan tertutup atau ber AC bisa meningkatkan risiko kanker paru 1 - 3 kali lipat. Selain itu juga mengakibatkan gangguan pernafasan pada anak 1 – 2 kali lipat dan jantung koroner 1 – 2 kali lipat (harian Republika 08 Oktober 2003). Katanya lebih lanjut : “risiko lebih besar lagi terjadi pada wanita bukan perokok dengan tingkat konsentrasi paparan yang lebih tinggi di rumah. Artinya, jelas dia, lingkungan wanita didominasi oleh para perokok. Sedangkan mereka termasuk kategori perokok pasif.

Ketua Indonesia COPD Expert Committee, Prof DR Hadiarto,menerangkan bahwa Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah gangguan pernafasan kronis yang memperburuk fungsi paru-paru secara progresif. Gejalanya antara lain sesak nafas, batuk di pagi hari, dan bertambahnya produksi dahak. Jenis penyakit ini bermacam-macam, namun umumnya ada dua, bronkitis kronik dan emfisema. (harian Republika, 01 Juni 2002).

Katanya lebih lanjut : ”Para perokok pun, jangan menganggap enteng bahwa penyakit ini bisa menyerang siapa saja, bukan cuma perokok. Karena, fakta berbicara bahwa hasil penelitian terhadap lebih dari 1.000 responden di enam negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam), 90 persen penderita adalah perokok atau mantan perokok. Ini artinya, peluang penyakit ini menjangkiti perokok 90 persen dibanding bukan perokok.

Di sisi lain, penyakit paru obstruktif –-sekali lagi-- bisa menimbulkan kematian. Di Amerika Serikat, penyakit ini menjadi penyebab kematian terbanyak keempat. Maklum, masyarakat di negara Paman Sam ini sudah mulai merokok sejak usia muda.. Celakanya di Indonesia, usia mulai merokok lebih muda ketimbang Amerika. Para perokok di Indonesia umumnya sudah mulai merokok sejak usia 12 tahun. Sedang di Amerika Serikat, mulai merokok pada usia 18 tahun. Padahal, kata Hadiarto, penyakit akibat merokok akan muncul setelah 20 tahun. “Itu artinya anak-anak sekarang yang sudah mulai merokok akan memeperlihatkan gejala-gejala sakit pada usia 30 sampai 40 tahun.”

Peneliti dari St Geoge’s Medical School, London, Inggris yang bekerja sama dengan rumah sakit Rofal Free, mengungkapkan bahwa risiko perokok pasif ternyata jauh lebih besar dari yang sebelumnya dinyatakan. Risiko mereka terserang penyakit jantung mencapai 60 persen. (harian Republika, 03 Juli 2004).

Penelitian tersebut melibatkan 4.792 responden selama 20 tahun. Mareka adalah pria yang berusia antara 40 hingga 59 tahun. Responden berasal dari 18 kota di Inggris. Pada penelitian sebelumnya, tim ini menemukan risiko orang yang tinggal serumah dengan perokok meningkat 25 sampai 30 persen. Itupun belum menyertakan paparan asap rokok di tempat bekerja maupun tempat lainnya. “Selama ini, efek sebenarnya dari perokok pasif masih dipandang sebelah mata,” ujar Profesor Peter Whincup dari St George’s Medical School.

Tim Whincup menemukan pria dengan darah berkadar nikotin tertinggi memiliki risiko paling besar terkena penyakit jantung. Pria tersebut merupakan perokok pasif. “Efek yang diderita perokok pasif terbukti lebih besar dan meluas. Karenanya, perokok pasif harus dilindungi dari asap rokok,” imbuh Whincup.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar