Bersakit-sakit Dahulu, Berhenti Merokok Kemudian (Republika, 01 Juni 2002)

on Senin, 23 Januari 2012
“Seandainya saya tidak sakit, tidak mungkin saya berhenti merokok,” kata Fulan, sebutlah demikian nama pria berusia 71 tahun ini. Fulan adalah perokok “handal”. Kiprahnya dimulai sejak ia berusia 14 tahun, usia yang jelas sangat muda untuk remaja di era 1940-an. Hampir semua merek rokok telah ia coba.

Lalu, ketika usianya menginjak 65 tahun, ia pun menuai “hasil”. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang sudah lama terpendam dalam tubuhnya tiba-tiba “memberontak”. Ketika ia sedang berolahraga, nafas terasa sesak dan tak bisa melakukan apa-apa. Ia langsung dibawa ke dokter. Setelah diperiksa, dokter memvonisnya menderita emfisema. “Sejak itulah saya berhenti merokok,” kata Fulan.
Sebetulnya, Fulan pernah berhenti merokok ketika usianya menginjak 47 tahun. Selama lima tahun ia berhasil menekan keinginannya untuk merokok. Tapi tak tahan. Agaknya, penyakit yang sebenarnya sudah bersemayam di tubuhnya belum memberi “teguran”. Ia pun kembali merokok.
“Kalau ingat ketika sakit, nafas terasa seperti ayam dicekik, kencing dan berak di tempat tidur, rasanya menyesal sekali saya dulu merokok. Sebelum terlanjur, lebih baik jangan,” kata Fulan. Kini, volume paru Fulan tinggal 30 persen lagi.
Catatan: mohon maaf kepada sumber bacaan, nama ..... dari sumber bacaan saya ganti dengan Fulan, untuk menghindari salah paham dengan pembaca yang kebetulan namanya mungkin sama dengan nama yang ada dalam sumber bacaan asli.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar