Mudharatnya Rokok Dari Sisi Ekonomi

on Senin, 23 Januari 2012
Jika di awal tulisan ini disebutkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia laki-laki adalah perokok, maka jika diperhatikan lebih jauh, para perokok itu lebih banyak lagi berasal dari kalangan menengah ke bawah. Padahal penghasilan mereka pas-pasan. Dan, dari penghasilan yang pas-pasan itu mereka harus menyisihkan sebagiannya untuk membeli rokok (yang mengandung sekian banyak racun itu).
Dalam sebuah perjalanan dengan mobil, teman duduk di sebelah –setelah berbincang-bincang tentang berbagai hal- tiba-tiba nyeletuk : “Pak, tolong beri saya alasan yang kuat agar dengan alasan itu saya benar-benar bisa berhenti merokok”. Saya agak terkejut mendengar ucapannya itu, karena dalam kesempatan berbincang-bincang sebelumnya kita tidak menyinggung masalah rokok.
Lanjutnya : “ Sebenarnya penghasilan saya pas-pasan pak, tetapi saya ini perokok berat. Saya sudah mencoba berhenti merokok empat kali, tetapi selalu saja gagal. Jika datang desakan kuat untuk merokok, saya seakan-akan kehilangan akal sehat. Jika rokok sudah habis, termasuk puntung-puntung yang saya simpan, sedang uang yang ada hanya cukup untuk pembeli beras hari itu, itu saya korbankan. Saya pilih beli rokok dari pada beli beras untuk seisi rumah. Terkadang anak gadis saya, malam-malam buta saya suruh beli rokok. Padahal saya tahu itu tidak pantas “.
Dalam “Suara Pembaharuan“ 21 Mei 2007 diungkapkan tentang seorang sopir bajaj yang berpenghasilan Rp.80.000 – Rp.100.000 sehari, setelah dikurangi berbagai keperluan berkaitan dengan bajajnya (suku cadang, simpanan untuk sewa bajaj, makan dsb.), ia bisa bawa pulang uang sebesar Rp.20.000 – Rp.30.000,- perhari. Dari jumlah uang yang tidak seberapa itu, ia harus mengeluarkan Rp.13.000 setiap hari untuk membeli rokok.. Karena menurut pengakuannya, ketergantungananya kepada rokok sudah sangat parah, ia merasa tidak bisa berfikir tanpa merokok. Dalam sehari ia biasa menghabiskan 24 batang rokok, Artinya selama sebulan pengeluaraannya untuk rokok adalah Rp.390.000 atau Rp.4,6 juta setahun.
Di alinea lain dari artikel yang sama, diungkapkan tentang seorang buruh bangunan yang berpenghasilan Rp.50.000,- perhari, ia biasa mengkonsumsi rokok enam batang perhari yang ia beli seharga Rp.4000,- Berarti pengeluarannya untuk rokok Rp.120.000,-/bulan atau Rp.1,4 juta setahun.
Dalam harian Kompas bulan Mei 2004 TJANDRA YOGA ADITAMA Penerima WHO Award on Tobacco Control 1999 menulis bahwa berdasar data WHO 2002, Indonesia menduduki urutan kelima dalam konsumsi rokok di dunia. Setiap tahunnya dikonsumsi sekitar 215 miliar batang. Kalau saja setiap batang rokok berharga rata-rata Rp.500, itu berarti uang yang dibakar setahunnya, untuk produk yang menyebabkan 25 penyakit di tubuh manusia, adalah Rp.107.500.000.000.000 atau lebih dari 107 triliun rupiah.
Secara umum konsumsi rokok di negeri ini adalah 409.056 batang per menit, atau masyarakat perokok telah membakar Rp.204.528.000 –lebih dari 200 juta rupiah—setiap menitnya di negara yang masih dilanda krisis ini. Kalau uang itu digunakan untuk membelikan beras, katakanlah 1 kilogram Rp.3.000, sebenarnya dari uang untuk rokok bisa disediakan 68.176 kilogram beras untuk mereka yang membutuhkan.
Sebagaimana telah dibahas di depan, tidak dipungkiri bahwa rokok adalah gerbang ke Narkoba. Berapa banyak anak remaja yang perokok, yang pada masa dewasanya menjadi pencandu Narkoba. Kemudian, berapa banyak biaya pengobatan yang terpaksa dikeluarkan orang tuanya jika dia kecanduan Narkoba. Terlebih-lebih jika kemudian ia berurusan dengan aparat negara akibat kecanduannya itu. Kalau kita perhatikan ke sekitar kita, rasanya banyak keluarga yang terjerat masalah demikian. Betapa banyak dana sia-sia yang harus mereka keluarkan.
Grafik yang dikeluarkan oleh http://www.surabaya-ehealth.org/dkksurabaya/image/grafik-konsumsi-rokokjpg menggambarkan bahwa alokasi pengeluaran dari penduduk yang disurvey pada 2005 itu, pengeluaran untuk rokok lebih tinggi dibanding pengeluaran untuk daging, telur, susu, kesehatan atau biaya sekolah.
Dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/05/31/brk,20040531-22,id.html TEMPO Interaktif, Senin 31Mei 2005, saya kutip : Indonesia berada dalam urutan tertinggi kelima di antara negara-negara di dunia dengan konsumsi rokok sebanyak 182 miliar batang pada tahun 2002. Hal ini disampaikan Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi, dalam sambutan memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Senin (31/5), di Gedung Departemen Kesehatan, Jakarta.
Tahun ini, peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia mengambil tema "Kemiskinan dan Merokok", untuk mengingatkan bahwa kemiskinan dan kebiasaan merokok merupakan dua hal yang sangat berhubungan. "Berdasarkan data Susenas, lebih dari 30 persen penduduk dewasa mempunyai kebiasaan merokok," papar Sujudi. Mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, Sujudi menilai perlu penanggulangan yang sistematis dan terus menerus.

Wakil WHO Indonesia Frits Reijsenbach de Haan, dalam pidatonya menyampaikan bahwa masyarakat miskin adalah kelompok masyarakat yang paling menjadi korban dari industri tembakau, karena menggunakan penghasilan mereka untuk membeli sesuatu yang justru dapat membahayakan kesehatan mereka. "Berbagai penelitian membuktikan bahwa yang paling banyak merokok adalah kelompok masyarakat miskin," paparnya.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar